Membumikan Modal Sosial dari Paraatlet di Jawa Barat
oleh: Dani Ramdan (Sekretaris Dinas Pemuda Olahraga Provinsi Jawa Barat/Juru
Bicara Peparnas XV 2016 Jawa Barat)
Rasanya belum lama tuntas even Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV di Kota
Bandung pada 15-24 Oktober 2016 lalu, dan kita semua menjadi saksi
kehebatan perjuangan penuh sportivitas dari 1.983 paraatlet (atlet
berkebutuhan khusus yang bertanding pada kegiatan Paralympic) pada 13 cabang
olahraga dengan memperebutkan 605 emas, 605 perak, dan 935 perunggu.
Saudara kita paraatlet dalam even tersebut secara efektif telah menjadi tauladan hidup kita. Terutama terkait dengan
semangat pantang mengeluh, pantang menyerah apalagi mati harapan, karena ternyat
bagi mereka keterbatasan bukanlah kendala absolut.
Paraatlet mungkin sudah berhasil “menampar” kita semua yang dikarunia kelengkapan fisik,
bahwa kekurangan fisik bukanlah kartu mati. Tapi seluruhnya bisa dilampaui
asalkan kerja keras terus dilakukan tanpa banyak keluhan. Secara simultan situasi
tersebut juga merepsentasikan saudara difabel kita yang kian ekspresif dan
berani memperlihatkan potensi dirinya.
Gambaran ini bukan semata karena penulis terlibat
sebagai panitia Peparnas XV, akan tetapi mengacu data valid, Peparnas XV Jabar
kemarin menunjukkan kian tingginya animo dan saluran ruang diri paraatlet. Pada
Peparnas XIV 2012 Riau 7-13 Oktober 2012, jumlah pahlawan olahraga yang
mengikuti berjumlah 1.421 paraatlet dari 32 cabang untuk 11 cabang olahraga
(cabor).
Kemarin di Peparnas Jabar, pada 13 venue yang kami sediakan, hadir 1.983
paraatlet atau naik hampir 30% dari tahun 2012. Jumlah cabor pun menjadi 13
pertandingan dengan tambahan baru pada judo full blind dan goal ball.
Provinsi pun seluruhnya sudah terlibat meski terdaftar resmi hanya 33 dari 34
provinsi --sebelumnya hanya 32 provinsi. Dalam helatan kemarin, kontingen
provinsi termuda yakni Kalimantan Utara/Kaltara sudah mengirimkan paraatlet
bergabung kontingen Kalimantan Timur akibat belum terbentuknya National
Paralympic Committe Indonesia (NPCI) di Kaltara yang baru mandiri sebagai
provinsi per 25 Oktober 2012 lalu.
Maka itu, dengan jumlah penyandang difabel mengacu data Badan Pusat Statistik
di Indonesia kisaran 9 juta orang, kenaikan animo ini jelas menunjukkan bahwa
kepercayaan diri kian terbuka lebar bagi kaum difabel Indonesia. Stigma
minoritas yang inferior bagi mereka yang kadang terjadi selama hari, sungguh
makin hari terpatahkan dengan terus naiknya minat dan kepesertaan
tersebut.
Animo itu pula yang membuat kami membuka saluran dengan tetap sesuai koridor
regulasi global guna mengakomodir kebutuhan paraatlet. Seperti penambahan jarak
tempuh cabor renang menjadi 15 nomor dari biasanya empat nomor.
Di cabor panahan, Peparnas tahun ini mencatat paraatlet naik tiga kali lipat
dari empat tahun lalu di Riau yaitu menjadi 158 peserta sementara Peparnas Riau
2012 hanyalah 50 peserta. Untuk cabor catur, jika di Riau kurang dari 100
paratlet, maka Peparnas XV Jawa Barat mendekati 200 paraatlet, sehingga panitia
harus menambah kapasitas akomodasi.
Ini pula yang membuat dari tujuh kategori difabel di tanah air (tunanetra,
tunarungu, tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, dan tunaganda), hanya
jenis tunalaras dan tunaganda saja yang tidak berpartisipasi.
Harapan ke depannya, tentu saja, pada Peparnas XVI 2020 di Papua, selain jumlah
paraatlet naik lagi minimal 30%, juga akan melibatkan semua jenis tuna dalam
kriteria difabel tersebut.
Selain animo, penting pula dicatat bahwa saudara paraatlet kita patut dihargai
setara karena tak kalah berpretasi paripurna. Setelah di Riau tembus 100 rekor,
demikian pula halnya pada tahun 2016 ini dengan 104 rekor baru (77 rekor
Peparnas baru dan 27 rekor Peparnas yang melampui catatan rekor Asian Paragames
(tingkat Asia).
Bahkan, seperti ditunjukkan paralimpian tenis meja Dian David Jacobs dari DKI
Jakarta, dirinya benar-benar mampu mewujudkan slogan even, "Melampaui
Keterbatasan, Jadilah Juara."
Ini dibuktikan dengan keberhasilannya meraih tiga medali emas di Peparnas XV
2016, setelah sebelumnya satu medali emas di nomor campuran PON XIX 2016, 17-29
September lalu.
Kita pastinya akan ingat momen besar di Olimpiade London 2012 ketika
paralimpian atletik Oscar Pistorious berhasil maju ke semifinal 400 meter
individu putra berkat catatan waktu 45,44 detik.
Meski akhirnya tidak juara, namun spirit kesetaraan dan kesempatan sepeluang
telah berhasil disampaikan kedua paralimpian tersebut ke mata dunia.
Modal Sosial
Dengan seluruhnya itu, sebenarnya sudah tercipta modal sosial dari gelaran
Peparnas XV Jabar. Yang utama adalah Jabar mampu
mengikis anggapan remeh dan mereduksi pemikiran streotipe masyarakat umum bahwa
kaum difabel tidak punya kuasa dalam meneguhkan nasibnya.
Banyak dari mereka yang boleh terbatas secara fisik, namun terbukti mampu
melampaui kemampuan manusia normal. Karenanya, mari hentikan sekira di antara
kita masih berlaku diskriminatif. Stop sekarang juga!
Kesetaraan adalah modal sosial yang sudah nyata dipraktekkan PB PON & Peparnas
khususnya dan Pemerintah Indonesia pada umumnya. Contoh aktual dalam
pemberian bonus oleh Menpora Imam Nahrawi pada Rabu,2 November lalu di
Cibubur, Jakarta.
Nengah Widiasih, peraih perunggu Paralympic Rio 2016 kemarin diganjar bonus Rp1
miliar dan tunjangan pensiun Rp10 juta/bulan seumur hidup atau sesuai bonus
peraih perunggu Olimpiade Rio 2016. Pada masa sebelumnya, bonus paralimpian
maksimal hanya separuh dari raihan atlet biasa.
Ini meneruskan tradisi baik bonus peraih Asean Para Games 2015 Desember lalu,
sudah sama dengan para juara di Sea Games 2015 yakni Rp200 juta emas, Rp100
juta perak, dan Rp50 juta perunggu.
Pada Paralimpic Rio, 7-18 September tersebut, Indonesia mengirimkan sembilan
paraatlet, lebih banyak dari jumlah kontingen Paralimpik 2012 yang mengirimkan
empat orang. Kesembilan paraatlet tersebut, sekalipun tak semua meraih medali,
namun dijamu khusus Presiden Jokowi selepas kembali ke tanah air pada Rabu, 21
Oktober 2016 malam. Hal yang tak terjadi terhadap kontingen Olimpiade Rio.
Dengan modal prestasi sekaligus sosial sebaik ini, maka sebenarnya para atlet
Indonesia kelak bukan sekedar bisa memecahkan rekor di tanah air. Tapi juga
bisa terus berprestasi di kancah global, terutama yang terdekat menghadapi
Asean Para Games 2017 di Malaysia, Agustus nanti --guna mengejar tekad juara
umum setelah menjadi runner up dalam Asean Para Games 2015 di Singapura,
Desember 2015.
Karena itulah, dalam kehidupan sosial ke depan, mari terus bumikan apa yang
sudah kuat dicontohkan dalam Peparnas kemarin. Bahwa hidup bukan sekedar ajang
spirit konvensional khas Olimpiade: Citius, Altius, dan Fortius.
Bukan selalu siapa lebih hebat, kuat, dan atau cepat, namun tentang bagaimana
kita memuliakan sesama. Bagaimana kita hentikan sikap meremehkan apalagi menegasikan
sesama kita hanya karena pendekatan fisik semata.
Inilah saat tepat makin menggelorakan jargon khas Paralympics yakni Spirit in
Motion, yakni menampilkan prestasi olahraga sebanyak yang dapat mereka
(olimpian) tampilkan.
Peparnas XV Jawa Barat pekan lalu adalah lebih dari sebuah pertandingan
olahraga. Ini tentang bagaimana pemerintah dan masyarakat Indonesia memberi
penghargaan kepada posisi kemanusiaan yang dibaluti cita-cita, harapan, dan
semangat yang ekstra.
Tak berlebihan rasanya, jika Ketua Umum PB Pon Peparnas Ahmad Heryawan dalam
sambutan penutupannya mengatakan bahwa Peparnas Jawa Barat berhasil
mentransmisikan pembelajaran berharga ke Bangsa Indonesia tentang pentingnya
memberi ruang setara bagi kaum disabilitas.
Kita semua, terutama masyarakat olahraga Indonesia, layak gembira karena
Peparnas kali ini semakin membuka mata banyak kalangan. Bahwa dengan memberi
kesempatan sama, para penyandang disabilitas Indonesia juga dapat menunjukan
prestasi luar biasa di bidang olahraga.
Maka, mulai kemarin Peparnas dan selanjutnya dalam kehidupan sosial kita, mari
berikan sarana/prasarana serta aksesibilitas memadai dalam setiap aspek
kehidupan bangsa bagi para difabel khususnya dan rakyat Indonesia umumnya. (*)
Berita Terkini
Pemantapan Gerak Tim Lomba Senam Paket PORPI pada FORNAS VII Tahun 2023
Kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Olahraga Rekreasi